Pada 9–10 September 2025, Bali dilanda hujan ekstrem yang berlangsung terus-menerus. Dalam dua hari tersebut, curah hujan diperkirakan mencapai tingkat yang belum pernah terjadi dalam dekade terakhir, sehingga sungai dan saluran air utama meluap secara dramatis. Banjir melanda beberapa kabupaten dan kota, termasuk Denpasar, Badung, Gianyar, dan Jembrana. tirto.id+3Antara News+3Wikipedia+3
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Bali melaporkan lebih dari 120 titik banjir, dengan korban meninggal yang terus bertambah dan sejumlah orang hilang. Laporan awal menyebutkan sembilan orang tewas, namun kemudian angka itu meningkat menjadi 16–18 orang, dengan beberapa masih hilang. CNN Indonesia+3Antara News+3tirto.id+3
Kerusakan infrastruktur juga cukup parah: jalan, jembatan, ratusan kios atau ruko, dan sejumlah rumah mengalami kerusakan atau hancur diterjang arus banjir. detiknews+2Liputan6+2
Beberapa faktor penyebab banjir ekstrem di Bali bisa dipetakan sebagai berikut:
a. Curah hujan ekstrem akibat gelombang ekuatorial Rossby
BMKG wilayah Denpasar menyatakan bahwa aktifnya gelombang ekuatorial Rossby memicu pembentukan awan konvektif masif, yang kemudian menghasilkan hujan lebat dalam jangka waktu singkat di Bali. Fenomena ini mengakibatkan curah hujan ekstrem yang sulit ditangani oleh sistem drainase alami maupun buatan. Antara News+2Inilah.com+2
b. Drainase dan saluran air yang tersumbat atau tidak memadai
Beberapa laporan menunjukkan bahwa sistem drainase dan saluran air di Denpasar dan daerah sekitarnya tidak mampu menampung volume air yang tiba secara tiba-tiba. Material seperti sampah, sedimen, dan puing menghambat aliran air, sehingga banjir meluap ke permukiman dan ruang publik. Tempo+2CNBC Indonesia+2
c. Perubahan tata ruang dan alih fungsi lahan
Ada kekhawatiran bahwa pertumbuhan pesat pembangunan perkotaan, konversi lahan, serta pembangunan wisata di Bali telah mengurangi area resapan air dan memperburuk risiko banjir. Tanah yang sebelumnya berfungsi sebagai lahan resapan kini banyak tertutup beton atau bangunan permanen, sehingga air hujan langsung mengalir ke saluran drainase yang kurang memadai. CNBC Indonesia+3CNN Indonesia+3Liputan6+3
d. Longsor dan sedimentasi
Hujan lebat yang berlangsung terus-menerus juga memicu tanah longsor dan sedimentasi di daerah perbukitan atau lereng. Lumpur dan batuan dari lereng yang longsor ikut terbawa arus dan menyumbat sungai atau saluran air, memperparah banjir. Liputan6+1
Bali bukanlah wilayah asing dari bencana alam. Sejarah mencatat beberapa peristiwa banjir dan bencana alam lain yang pernah melanda Pulau Dewata:
- Pada era kolonial Belanda, antara tahun 1907–1932, tercatat beberapa kejadian banjir besar di Bali. Meskipun catatan lengkap terbatas, beberapa laporan koran lama menyebutkan banjir dan longsor yang merusak permukiman serta infrastruktur. Tatkala
- Lebih dekat ke masa kini, bencana banjir Tata Ruang Denpasar dan angkutan berlebihan pada beberapa tahun sebelumnya telah menjadi bagian dari diskusi akademik terkait tata kelola risiko bencana di Bali. PPE Balinusra+1
- Namun, banjir September 2025 ini disebut-sebut sebagai salah satu bencana banjir terparah dalam sejarah modern Bali, baik dari segi korban jiwa maupun kerusakan infrastruktur. Liputan6+2Liputan6+2
a. Korban jiwa dan pengungsian
Korban tewas akibat banjir ini mencapai belasan orang, dengan sejumlah warga masih hilang dan dalam pencarian. Ribuan warga terpaksa mengungsi, baik ke pos pengungsian sementara, sekolah, hingga masjid. Keluarga, termasuk satu keluarga di Mengwi (Badung) yang terseret arus, menjadi sorotan terkait prosedur evakuasi dan mitigasi risiko di wilayah rawan banjir. Liputan6+2tirto.id+2
b. Kerusakan infrastruktur dan ekonomi
Banyak jembatan, jalan, hingga kios dan ruko yang rusak atau hancur akibat derasnya arus dan banjir bandang. BNPB mencatat ratusan kios di Pasar Badung dan ruko di Denpasar rusak, dengan kerugian diperkirakan miliaran rupiah. Akses ke bandara internasional Ngurah Rai juga sempat terganggu. detiknews+2Liputan6+2
c. Gangguan pada pariwisata
Sebagai destinasi wisata internasional, gangguan akibat banjir—termasuk jalan yang terendam, longsor di kawasan wisata, dan evakuasi turis—diperkirakan akan berdampak pada kunjungan wisatawan dalam jangka pendek. Selain itu, infrastruktur hotel dan pusat wisata yang rusak juga mempengaruhi ekonomi lokal. Liputan6+2tirto.id+2
d. Resiko kesehatan dan sanitasi
Sisa banjir, lumpur, dan puing-puing meningkatkan risiko penyakit, kontaminasi air bersih, dan sanitasi yang buruk. Warga yang terdampak sangat berisiko terkena penyakit kulit, diare, serta infeksi pernapasan jika mereka tinggal di lingkungan basah atau tergenang dalam waktu lama. Antara News+1
Beberapa langkah yang telah dilakukan atau disarankan untuk mengatasi dampak banjir dan memperkecil risiko di masa depan antara lain:
- Evakuasi cepat dan penggunaan pos pengungsian oleh BPBD, Basarnas, dan instansi lokal untuk menyelamatkan warga terdampak. tirto.id+2detiknews+2
- Pembersihan saluran air dan drainase dari sampah, sedimen, dan puing agar aliran air dapat kembali lancar pasca banjir. Tempo+1
- Peninjauan tata ruang dan sistem drainase perkotaan, mengingat alih fungsi lahan dan pembangunan masif telah memperburuk risiko banjir. Liputan6+1
- Penerapan sistem peringatan dini dan edukasi masyarakat tentang bahaya banjir, termasuk peta rawan dan prosedur evakuasi. PPE Balinusra+1
- Rehabilitasi dan rekonstruksi infrastruktur—terutama jalan, jembatan, dan fasilitas publik—agar Bali lebih tangguh menghadapi cuaca ekstrem di masa mendatang. detiknews+1
Banjir Bali 2025 menjadi pengingat bahwa pulau yang selama ini dikenal sebagai destinasi wisata kelas dunia tetap sangat rentan terhadap perubahan cuaca ekstrem dan bencana alam. Beberapa pelajaran penting yang muncul dari bencana ini antara lain:
- Pentingnya kesiapan menghadapi cuaca ekstrem — Hujan lebat yang datang tiba-tiba dapat menimbulkan bencana besar jika infrastruktur dan sistem drainase tidak siap.
- Perubahan iklim dan cuaca ekstrem membutuhkan penyesuaian tata kelola kota — Perubahan pola hujan musiman dan intensitas curah hujan menuntut perencanaan kota dan tata ruang yang ramah bencana.
- Peran masyarakat dalam mitigasi — Kebersihan saluran air, pemahaman risiko, dan kesiapsiagaan lokal sangat penting.
- Keseimbangan antara pembangunan dan risiko lingkungan — Pembangunan wilayah pariwisata dan residensial harus memperhitungkan dampak hidrologi dan risiko alam agar tidak memperparah bencana di masa depan.
Disclaimer: Artikel ini ditulis untuk tujuan edukasi dan informasi umum tentang bencana; bukan sebagai panduan darurat atau evaluasi teknis.


0 Comments